Selasa, 13 November 2007

Cerita PILKADA I

Mungkin, jika diukur dalam skala celcius, suhu politik di Banyumas berada dalam kisaran 40-50 derajat celcius. Lumayan panas. Pasalnya, ini kali pertama Kabupaten di kaki gunung slamet ini menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung. Selayaknya pagelaran pilih memilih, situasi di politik di kabupaten ini menjadi agak panas dan penuh intrik, manuver dan klaim dukung mendukung.

Bangsa ini memang sedang tenggelam dalam euphoria demokrasi liberal. One man one vote. Satu suara sangat berarti untuk menjadikan seseorang menjadi pimpinan daerah, maka setiap orang berlomba untuk memenangkan pilihan rakyat. Tapi ada paradok. Seharusnya pemilihan langsung menjadi hajatan rakyat, menyediakan banyak alternative pemimpin. Namun hajatan ini senyatanya menjadi milik orang-orang disekitar kandidat -orang menyebutnya sebagai tim sukses-. Merekalah yang membangun opini, citra, dan berusaha memunculkan sisi terbaik kandidat, nyaris tanpa kritik. Tim suskses inilah yang menikmati keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang dari PILKADA. Mereka dibayar, dan mereka mengatur konsesi jika nanti kandidatnya terpilih. Akhirya aspirasi dan amanat rakyat hanya berhenti di bilik suara.

Sebelum jauh berbicara tentang tim sukses (saya punya beberapa bacaan tentang “industri” kampanye PEMILU) ada beberapa cerita yang menarik seputar PILKADA di Banyumas. Karakter di sini unik, mungkin bagi orang lain biasa saja, tapi saya ngotot menyebutnya unik.
Cerita pertama soal panasnya politik di kaki Gunung Slamet ini berasal dari fenomena rebutan kandidat calon. Kandidat itu bernama Bambang Priyono, mengikuti tren di menyebut nama politikus dengan inisial, masyarakat Banyumas juga latah membuat tenar Pak Bambang dengan sebutan BP.

(Sepertinya, gosip-gosip seputar PILKADA kurang afdol jika tidak menyebut nama kandidat dengan inisial. Kurang sedap bumbu politiknya. Bahkan sering orang menyebut nama kandidat dengan bisik-bisik, seolah gossip yang dibicarakan adalah informasi rahasia, info yang berasal dari ring satu orang-orang terdekat calon)

BP ini adalah orang yang pernah maju sebagai kandidat bupati pada periode lalu, tahun 2003-2007. Waktu itu beradu pamor dengan Aris Setiono, dan dr. Tri Waluyo Basuki. Putaran pertama, BP mengunguli lawannya denga skor tipis, waktu itu BP mendapatkan 16 suara, Aris 15 dan dr. Tri 14. Dalam putaran ke dua BP kalah dengan Aris, kalau tidak salah dalam putaran kedua BP mendapat 19 suara, sedangkan Aris 25 suara, sedangkan 1 suara abstain. Inilah salah satu kegagalan PDI-Perjuangan –partai yang menjagokan BP waktu itu- untuk mengkonsolidasikan barisan fraksi dan melakukan loby-loby dengan partai lain.

(Frans Lukman, ketua DPRD Cilacap mempunyai kisah tentang Pemilihan Bupati tidak langsung ini. Dulu, setannya hanya orang-orang yang berada di dewan, namun sekarang, jumlah setan PILKADA berlipat ganda. “Saya yang dulu raja-nya setan sekarang hanya setan biasa” ujanya. Ssst… ini gossip murahan ya..jangan dikutip)

PILKADA kali ini BP digadang-gadang oleh dua kelompok yang berbeda. Kelompok pertama adalah koalisi 3 partai yang terdiri dari Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat. Mereka menamakan koalisi ini sebagai Koalisi Poros Rakyat (KPR). Koalisi ini bahkan sudah jelas memasangkan BP dengan Tosi Aryanto, salah seorang kader dari Partai Demokrat, dia pengusaha kaya asal Banyumas yang lama di luar kota.
Berbeda dengan KPR, kelompok kedua yang ngotot menjagokan BP adalah PDI Perjuangan, walaupun rekomendasi dari DPP belum turun. Partai ini memang sudah lama menjagokan BP sebagai bupati, periode lalu, mereka menjagokan BP dalam PILKADA yang waktu itu dipilih oleh para wakil rakyat, tapi kalah. Kali ini mereka tidak ingin kalah lagi, hampir 2 tahun belakang nama BP santer dibicarakan pada rapat-rapat pengurus partai, dari tingkat ranting, PAC sampai DPC. Bahkan jika ada anggota DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan yang mengisi masa reses-nya di Banyumas, jajaran partai mengobral omongan tentang BP. Bagi partai moncong putih ini, pendeng gepeng BP harus menang lewat PDI-Perjuangan.

Persoalannya, dua kelompok pengusung BP ini berbeda pandang soal wakil bupatinya. Secara formal PDI-P memang belum menentukan kandidat wakil bupati. Namun obrolan informal jajaran partai mengerucut pada nama Asroru Maula, seorang pemuda dari kalangan Nahdlatul Ulama yang ibunya mempunyai pengaruh politik cukup besar. Asroru inilah yang membiayai pelaksanaan RAKERCABSUS pada tanggal 31 November sampai 1 oktober 2007 lalu. Pilihan kandidat WABUP dari elit PDI-Perjuangan ini berbeda dengan pilihan koalisi 3 partai yang ngotot mengusung Tosy Aryanto.

Konfigurasi ini menjadi polemic. Kabarnya BP-lah yang menginginkan Tosy, di koran-koran bahkan sering muncul pernyataan bahwa BP sendirilah yang menginginkan Tosy untuk mendampinginya. Analisis sederhananya, BP sudah menggunakan banyak logistic Tosy untuk mendanai sosialisasi awal pencalonannya. Karena penggunaan logistic inilah, mungkin terjadi adalah konsesi antara BP dan Tosy, jika nanti BP maju sebagai calon bupati maka wakil harus Tosy.

Kira-kira inilah konfigurasi politik sebelum turun surat rekomendasi pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dari DPP PDI-Perjuangan. Peta politik pasti akan berubah setelah turun rekomendasi DPP PDI Perjuangan.

Mengapa BP jadi Rebutan?
Siapa sesungguhnya Bambang Priyono sehingga dia menjadi “rebutan” beberapa kelompok partai untuk dicalonkan. Apakah BP adalah jaminan kemenangan PILKADA? Seberapa kuatkan dia di mata masyarakat Banyumas? Sekedar informasi, Suherman Ketua DPC PDI-Perjuangan
Dalam record politik Banyumas, BP sebenarnya orang kalah. Periode lalu, BP kalah dari Aris Setiono, waktu itu bupati masih dipilih oleh para anggota DPRD. Dalam putaran pertama BP unggul tipis dari Aris dan dan dr. Tri. Putaran ke dua PILBUP, BP tidak berdaya menghadapi manuver politik Aris Setiono.

Kekalahan ini membuatnya tersingkir dari jajaran elit birokrasi PEMKAB Banyumas. Dia dimutasi dari jabatan sekda menjadi salah satu staf ahli di Bapeda Banyumas, gampangnya dia dikarantina dari pergaulan elit birokrasi, dia dikandangkan dalam untuk mengurusi tetek bengek pembangunan daerah. Perannya dikerdilkan.

Karena inilah muncul kesan BP adalah orang yang dianiaya. Ditengah peran birokrasi yang dikerdilkan BP malah sering bepergian keliling desa. Hampir seluruh pelosok Banyumas telah dia datangi. Dalam banyak kesempatan diskusi BP rajin mengungkapkan pengetahuannya yang mendalam tentang pelosok banyumas berikut permasalahannya. Dia bahkan dengan detail bisa mengingat nama orang-orang yang pernah dikunjunginya. Ingatan BP memang tajam, dan dia paham betul bagaimana menggunakan ingatannya untuk memunculkan simpati dan kesan bahwa BP adalah orang yang paham persoalan Banyumas. Bahkan detail ingatannya tentang nama-nama petani, penderes, tukang ojeg dengan segenap persoalannya memunculkan kesan BP tidak mudah melupakan rakyat kecil.

Pencitraan ini mencapai sasarannya, popularitas BP melejit setinggi langit, dia muncul sebagai orang yang membawa arus alternative di Banyumas walaupun dia berada di kalangan birokrasi. Bahkan sebagaian kalangan NGO, menganggap BP-lah figure birokrat reformis yang ada di Banyumas. Pandangan ini muncul ketika dulu, BP saat menjabat sekda berani menghentikan laju tukar guling tanah-tanah eks banda desa. Waktu itu hampir semua tanah banda desa ditukar guling dan dikuasai oleh salah seorang taipan besar.

BP juga menyiapkan infrastruktur politik. Partai yang dulu mengusungnya menjadi calon Bupati tetap ditempel. Seluruh jajaran partai disambanginya. Proses inilah yang mengantarnya menjadi balon Bupati paling popular seantero jagad PDI-Perjuangan Banyumas. Hampir seluruh pengurus ranting, PAC dan DPC PDI-Perjuangan Banyumas menggadang-gadang sebagai calon yang akan mereka menangkan dalam PILKADA kali ini. Memang ada beberapa diviasi dari beberapa PAC berupa dukungan pada Aris Wayudi, namun kalau ditelisik lebih jauh, dukungan ini semu karena tidak ada kaitan “ideologis” antara Aris Wahyudi dan PDI-Perjuangan Banyumas.
BERSAMBUNG


Tidak ada komentar: