Sabtu, 08 Desember 2007

Kisah Cinta

Kata orang, jika barangnya panas, jangan disimpan lama-lama, tanganmu bisa terbakar, minimal sedikit melepuh atau kemerahan. Benar juga, barang yang didapat tanpa melewati prosedur semestinya, memang membuat pusing. Seperti uang hasil korupsi mungkin. Kira-kira demikian pelajaran yang bisa dipetik dari kisah yang akan saya ceritakan.

Untuk catatan, kisah ini saya kategorikan sebagai cinta, tapi bukan kisah cinta saya, jadi jangan pernah mencoba untuk mengkaitkan kisah ini dengan perjalanan hidup saya. Jika ada kemiripan kisah, nama dan karakter tokoh, anggap saja kebetulan, seperti sinetron-sinertron yang tak pernah mau dikaitkan dengan dunia nyata. Celakanya, walaupun saya sudah memberi warning begitu rupa, waktu kisah ini saya sodorkan pada seorang kawan dekat, dia ngotot menyamakan kisah ini dengan cerita yang saya alami. Dia-pun berargument, walaupun terdengar seperti argumentasi tim sukses PILKADA membela sang bos yang terkena black campaign. Ngotot. Saya juga tidak bisa berbuat apa-apa, waktu itu, beberapa oz Chivas Regal Premium Scotch Whisky hasil patungan membuat tidak bisa membela diri, ada miss koordinasi antara otak dan organ tubuh saya, sehingga kata-kata yang telah tersusun rapi di otak tak sama dengan yang dia dengar.

Baiklah, mari kita buka kisah cinta yang kemarin sempat menghebohkan banyak kalangan. Begini ceritanya (jadi ingat program tayangan misteri di salah satu TV dulu) :

Perempuan Itu Datang Tiba-tiba
Datanglah seorang perempuan dalam kehidupan teman saya. Tiba-tiba, tanpa pra kondisi, hanya satu short massage service yang isinya kurang lebih meminta untuk menemaninya berkeliling kota, lagi pusing katanya. Antara perempuan ini dan teman saya memang telah lama bersahabat.

Nama sang gadis sengaja tidak saya sebutkan, keep the lady safe, ok. Awal kedatangan, dia memberi preview seperti perempuan yang butuh perlindungan. Dia bercerita bahwa hubungan dengan teman pria-nya sudah tidak mungkin dilanjutkan. Banyak sekali perbedaan prinsip yang tidak bisa ditoleransi. Menurut perempuan ini, karakter teman prianya hampir mirip dengan karakter dia sendiri, sama-sama keras kepala dan ringan tangan. Sering terjadi adu fisik dalam masa pacaran mereka, sudah tidak terhitung barang pecah belah yang berantakan jadi sasaran amukan mereka. Saya pikir mereka termasuk penganut gaya pacaran high cost, sayang sekali barang-barang itu harus hancur, padahal belinya mahal lho…

Perempuan ini memberi catatan tambahan pada teman prianya ini, possesif, cemburuan, dan sering gelap mata. Dengan mengambil referensi dalam artikel-artikel tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) teman saya berkesimpulan sama dengan sang gadis.

“Baru pacaran aja dah berani plak-plek, jika benar menikah, apa jadinya?” ujarnya bersemangat. Setelah konsultasi sana-sini, akhirnya teman saya membulatkan tekad untuk memberi perlindungan, mungkin seperti LBH APIK memberi bantuan pada korban antem-anteman dalam rumah tangga.

Nah, Sudah mulai tergambarkan, mengapa diawal saya menulis tentang barang panas? Benar, barang panas identik dengan masalah. Maksudnya kalau ada masalah cepatlah selesaikan.

Singkat kata, keduanya, perempuan itu dan teman saya semakin dekat. Saya pikir wajar, yang satu butuh perlindungan, yang satunya lagi memberi perlindungan. Klop lah… Sang gadis merasa nyaman berada di samping si pria, sebaliknya, sang pria seperti menemukan cintanya yang hilang. Bahkan, menurut pengakuan, jatuh hati-nya pada perempuan itu sudah terjadi jauh hari sebelum sang gadis digandeng pacar yang sekarang sedang bermasalah. Jadilah mereka pren makan pren he.he…

Bursa Bakal Calon Menantu
TIbalah saat untuk lebih serius. Tapi justru persoalannya muncul dari sini. Ternyata di rumah, perempuan ini sudah ditunggu calon suami pilihan orang tua. Masih kerabat. Laki-laki ini bekerja pada salah satu institusi pemerintah, pegawai negeri sipil (PNS). Rupanya inilah keunggulan laki-laki pilihan orang tua si gadis. Bapak ibunya ingin anak gadisnya hidup mapan, tenang dan tidak banyak gangguan. Wajarlah, tentu kita tidak lupa dengan mentalitas kelas menengah feudal di negeri ini, ingin adem ayem.

Waduh, pusing juga si gadis. Satu sisi ingin membahagiakan orang tuanya, sisi lain dia belum bisa menumbuhkan cinta pada laki-laki itu, tambah lagi cerita-cerita tentang anak cacat yang dihasilkan dari perkawinan antar kerabat semakin membuat sang gadis beringsut mundur dari perjodohan.

Untuk menolak upaya Sti Nurbaya-isasi, dia mengajukan nama-nama bakal calon menantu pada bapak ibunya. Forum waktu itu mungkin bisa disejajarkan dengan Konvensi penentuan calon bupati di Partai Golkar, Rakercabsus di PDI Perjuangan, atau Muskit di Partai Kebangkitan Bangsa. Nama-nama yang diajukan diteliti baik buruknya. Nama teman pria sang gadis langsung dicoret, karena tidak masuk dalam kualifikasi laki-laki penyayang dan sabar. Dalam kesempatan itu, nama teman saya juga muncul sebagai salah satu Balon, tak jauh beda dengan pacar sang gadis, teman saya juga dicoret dari daftar unggulan. Alasannya, dia memliki aktifitas yang bisa membuat hidup tidak tenang, aktifitas politik. Bapak sang gadis mempunyai kebencian pada politisi yang cukup untuk mendepak nama teman saya dari daftar unggulan bakal calon menantu. Teman saya ini memang sedang merintis karir di salah satu partai, dalam beberapa obrolan dia sudah mantap untuk menjalani hidup sebagai aktifis partai, tapi saya lihat masih bisa berubah. Forum waktu itu juga memunculkan beberapa criteria yang harus dipenuhi untuk menjadi menantu, antara lain sabar, saying pada anaknya, dan jangan lupa mapan secara ekonomi. Nah kata mapan secara ekonomi ini disederhanakan menjadi memiliki penghasilan tetap, disederhanakan lagi menjadi, calon menantu nanti adalah seorang PNS !!

Tuhan, jodohkan saya dengan laki-laki yang bisa diterima orang tua ku
Confuse lagi neh perempuan, kalo sudah bingun seperti ini, biasanya manusia timur kembali pada tuhan yang sering dilupakan kala senang. Bagian spiritualitas dalam dirinya meronta-ronta ingin dipenuhi. Berdoalah sang gadis pada Tuhannya, dia berdoa, agar tuhan mengirimkan laki-laki terbaik untuk jodohnya. Laki-laki yang bisa diterimanya dan orang tuanya. Tentu dengan criteria-criteria yang ditetapkan orang tuanya, sabar, sayang, seorang PNS. Sang gadis secara kreatif menabah lagi satu criteria, yaitu laki-laki yang mampu membimbingnya dalam laku religius.

Tentu saja teman saya ini semakin tersingkir. Semakin tidak dibicarakan dalam debat kandidat menantu. Jika diibaratkan lelang yang biasa diadakan dinas-dinas pemerintah, teman saya ini tidak lolos seleksi administrasi.

Sebenarnya ada lagi satu kisah yang membuat teman saya ini semakin jauh dari hangar bingar persaingan penentuan menantu orang tua sang gadis. Ceritanya, dalam kebingungan, sang gadis pergi ke suatu kota. Mbuang stress katanya, nah di kota itu dia bertemu dengan kakak pacar teman kuliahnya dulu. Celaka bagi teman saya, sang gadis mulai dihinggapi pikiran bahwa laki-laki itulah jodoh kiriman tuhan padanya, semua criteria cocok. Orangnya baik, penampilan oke, dan mapan, maklum dia bekerja di instansi sama dengan laki-laki pilihan orang tuanya dulu, tapi beda penempatan. Tambah lagi dia sering mengisi pengajian-pengajian di instansinya, kyai muda nampaknya. Tuhan memang murah hati.

Munajat Cinta
Bagaimana nasib teman saya? Belakangan saya melihatnya aktif terlibat dalam gelaran politik persiapan PILKADA di partainya. Dia masuk dalam jajaran elit para pembisik ketua partai, saking elitnya, tidak ada kebijakan partai yang dikeluar tanpa terlebih dulu melewati analisanya. Tugas terakhir yang diterima dari ketua partai adalah membentuk tim khusus think tank pemenangan PILKADA. Tim ini menurutnya dibentuk untuk memberi masukan-masukan strategi, isu dan media kampanye bagi 3 tim pemenangan calon, yaitu tim sang calon bupati, tim sang calon wakil bupati dan bagian pemenangan pemilu partai. Selain itu dia juga mendapat job khusus, meng-handle media massa. Job yang menurut ketua partai tidak bisa dilakukan kader partai lainya. Ketua partai ingin agar pemberitaan media massa dalam PILKADA bisa memberi citra positif bagi partai.

Sepertinya teman saya ini sudah tenggelam dalam aktifitas politik dan melupakan kisah sedihnya. Setelah saya berdiskusi dengannya, ada beberapa kesimpulan yang kami sepakati. Pertama, analisis kelas tetap berlaku dalam kisah ini. Kelas menengah tetap mempunyai karakter yang melekat sebagai bawaan, yaitu takut miskin. Mereka selalu berusaha naik kelas, pada kelas borjuasi yang lebih tinggi. Perilaku orang tua si gadis menunjukan dengan jelas kecenderungan ini. Pada beberapa obrolan dengan sang gadis, dia menyiratkan kata sepakatnya pada criteria orang tuanya. Kedua, secara sosiologis, cara pandang masyarakat kita belum beranjak dari cara pandang jaman colonial dulu. Mereka masih berpikiran bahwa pekerjaan sebagai pangreh praja adalah pekerjaan idaman yang harus diraih sekalipun dengan menjilat bokong penguasa. Kesimpulan ketiga ini agak sensitive, terutama bagi para feminist, dimana-mana perempuan adalah pemicu persoalan ekonomi, maksudnya mereka inilah yang selalu rewel pada soal kemapanan ekonomi calon suami, wajar mereka khawatir jika nanti anak-anaknya terlantar karena kesulitan ekonomi.

Dari kamar teman saya tadi, sekarang sering terdengar lagu Munajat Cinta.

Tidak ada komentar: